Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd)
FATMAWATI NUR
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113
email: fatenurkhalik@yahoo.com
ABSTRACT
Phytoremediation consists in treating environmental pollutions through the use of plants and their
associated microbes. Phytoremediation can be used for pollutant stabilization, extraction, degradation
or volatilization. Cadmium is one of the most toxic trace metallic elements for living organisms and
its accumulation in the environment is recognized as a worldwide concern. Plants suitable for efficient
pollutant extraction from the soil should combine different characteristics like fast growth, high
biomass, high tolerance and high accumulation capacities in harvestable parts. Several studies have
shown that plants can accumulate Cd in the body such as Eichornia crassipes, Brassica napus, Avicenna marina, Lycopersicon esculentum, Wolffia globosa, Phytolacca Americana, Solanum
nigrum, Typha domingensis, Sedum plumbizincicola, Thlaspi caerulescens, Helianthus annuus,
Lolium perenne, Tagetes erecta, Chara australis, Jatropha curcas, Sedum alfredii, Atriplex halimus,
Phragmites cummunis, Nitella opaca, Phragmites australis, Typha angustifolia, Cyperus esculentus,
Chara aculeolata, Ricinus communis, Hibiscus cannabinus, Zea mays, Arabidopsis halleri, Arundo
donax, and Vetiveria zizanioides. Keywords: Cadmium, Phytoremediation, Plant
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat, manusia telah banyak menciptakan
berbagai macam industri yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya. Selain memberikan
dampak yang menguntungkan juga
memberikan dampak yang kurang
menguntungkan seperti dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan. Masalah pencemaran
lingkungan akhir-akhir ini merupakan masalah
yang banyak mendapat perhatian serius.
Salah satu bahan pencemar lingkungan
yang banyak menarik perhatian adalah
pencemaran oleh logam berat. Pencemaran
logam berat merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya isu perubahan lingkungan
terutama dalam hal pencemaran lingkungan
oleh senyawa logam berat beracun.
Penyebaran logam berat di tanah, perairan,
ataupun udara dapat melalui berbagai hal,
seperti pembuangan secara langsung limbah
indutri, baik limbah padat maupun limbah cair,
dapat pula melalui udara karena banyak
industri yang membakar begitu saja limbahnya
dan membuang hasil pembakaran ke udara
tanpa melalui pengolahan lebih dulu (Palar, 2008).
Jumlah aliran limbah cair yang berasal
dari industri sangat bervariasi tergantung dari
jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan
pada proses industri, derajat penggunaan air,
dan derajat pengolahan limbah cair yang ada
(Darmono, 2008).
Limbah industri dan limbah rumah tangga
dapat masuk ke dalam laut melalui sungai- sungai dan saluran-saluran pembuangan.
Limbah industri dan limbah rumah tangga
pada mulanya akan diencerkan dan kekuatan
pencemarannya secara perlahan-lahan akan
diperlemah sehingga menjadi tidak berbahaya,
namum bila buangan tersebut semakin banyak
dan melampaui daya dukung lingkungan,
maka bahan buangan tersebut secara perlahan-
lahan akan menumpuk menyebabkan
pencemaran yang serius terhadap lingkungan
laut misalnya air laut itu sendiri atau sedimen
laut (Darmono, 2008).
Logam kadmium akan mengalami proses
biotransformasi dan bioakumulasi dalam
organisme hidup (tumbuhan, hewan dan
manusia). Logam ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi
makanan tersebut telah terkontaminasi oleh
logam Cd dan atau persenyawaannya. Dalam
tubuh biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami
peningkatan. Di samping itu, tingkatan biota
dalam sistem rantai makanan turut menentukan
jumlah Cd yang terakumulasi. Di mana pada
biota yang lebih tinggi stratanya akan
ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak,
sedangkan pada biota top level merupakan
tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd
yang masuk tersebut melebihi ambang maka
biota dari suatu level atau strata tersebut akan
mengalami kematian dan bahkan kemusnahan
(Palar, 2008).
Pengendalian pencemaran lingkungan
merupakan program keamanan pangan
nasional yang harus segera dilaksanakan,
terlebih lagi akan memasuki era perdagangan
bebas. Produk-poduk pertanian dituntut
mempunyai standar mutu yang baik serta aman
dikonsumsi. Adanya logam berat dalam tanah
pertanian dapat menurunkan produktifitas
pertanian dan kualitas hasil pertanian selain
dapat membahayakan kesehatan manusia
melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Fitoremediasi. Istilah fitoremediasi
berasal dari kata Inggris phytoremediation;
kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata,
yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani
phyton (= "tumbuhan") dan remediation yang
berasal dari kata Latin remedium
(="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga
"menyelesaikan masalah dengan cara
memperbaiki kesalahan atau kekurangan").
Dengan demikian fitoremediasi dapat
didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan
untuk menghilangkan, memindahkan,
menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun
anorganik (Purakayastha et al., 2010). Fitoremediasi adalah upaya penggunaan
tanaman dan bagian-bagiannya untuk
dekontaminasi limbah dan masalah-masalah
pencemaran lingkungan baik secara ex-situ
menggunakan kolam buatan atau reactor
maupun in-situ (langsung di lapangan) pada
tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah
(Morel, et. al., 2006). Teknik fitoremediasi
merupakan metode biokonsentrasi bahan
berbahaya (polutan) dalam tanah dan air serta
merupakan teknologi pemulihan kualitas
lingkungan tercemar yang ramah lingkungan
dan murah. Teknik fitoremediasi sering
dikembangkan untuk pemulihan kualitas
lingkungan yang tercemar logam berat seperti
Pb, Zn, Au dan pencemar dalam bentuk
radioaktif seperti Cs.l. Teknologi ini potensial
untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan
dan dengan dampak negatif relatif kecil,
memberikan efek positif yang multiguna
terhadap kebijakan pemerintah, komunitas
masyarakat dan lingkungan, biaya relatif
rendah, mampu mereduksi volume
kontaminan, dan memberikan keuntungan
langsung bagi kesehatan masyarakat.
Keuntungan paling besar dalam penggunaan
fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah
bila dibandingkan pengolahan konvensional
lain seperti insinerasi, pencucian tanah
berdasarkan sistem kimia dan energi yang
dibutuhkan. Sebagai perbandingan, sistem
pencucian logam membutuhkan biaya sekitar
US$ 250/kubik yard sedangkan fitoremediasi
hanya membutuhkan US$ 80/kubik yard. Teknologi fitoremediasi dikembangkan
berdasarkan kemampuan beberapa jenis
tanaman dalam menyerap beberapa logam
renik seperti seng (Zn) dan tembaga (Cu)
dalam pertumbuhannya (Terry et al., 2010). Persyaratan tanaman untuk fitoremediasi,
tidak semua tanaman dapat digunakan
dikarenakan semua tanaman tidak dapat
melakukan metabolisme, volatilisasi dan
akumulasi semua polutan dengan mekanisme
yang sama. Untuk menentukan tanaman yang
dapat digunakan pada penelitian fitoremediasi
dipilih tanaman yang mempunyai sifat: cepat
tumbuh, mampu mengkonsumsi air dalam
jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan, dan toleransi yang tinggi terhadap polutan
(Morel et. al., 2006). Fitoremediasi dapat dibagi menjadi
fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi
mencakup penyerapan kontaminan oleh akar
tumbuhan dan translokasi atau akumulasi bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi
makanan tersebut telah terkontaminasi oleh
logam Cd dan atau persenyawaannya. Dalam
tubuh biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami
peningkatan. Di samping itu, tingkatan biota
dalam sistem rantai makanan turut menentukan
jumlah Cd yang terakumulasi. Di mana pada
biota yang lebih tinggi stratanya akan
ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak,
sedangkan pada biota top level merupakan
tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd
yang masuk tersebut melebihi ambang maka
biota dari suatu level atau strata tersebut akan
mengalami kematian dan bahkan kemusnahan
(Palar, 2008).
Pengendalian pencemaran lingkungan
merupakan program keamanan pangan
nasional yang harus segera dilaksanakan,
terlebih lagi akan memasuki era perdagangan
bebas. Produk-poduk pertanian dituntut
mempunyai standar mutu yang baik serta aman
dikonsumsi. Adanya logam berat dalam tanah
pertanian dapat menurunkan produktifitas
pertanian dan kualitas hasil pertanian selain
dapat membahayakan kesehatan manusia
melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Fitoremediasi. Istilah fitoremediasi
berasal dari kata Inggris phytoremediation;
kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata,
yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani
phyton (= "tumbuhan") dan remediation yang
berasal dari kata Latin remedium
(="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga
"menyelesaikan masalah dengan cara
memperbaiki kesalahan atau kekurangan").
Dengan demikian fitoremediasi dapat
didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan
untuk menghilangkan, memindahkan,
menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun
anorganik (Purakayastha et al., 2010). Fitoremediasi adalah upaya penggunaan
tanaman dan bagian-bagiannya untuk
dekontaminasi limbah dan masalah-masalah
pencemaran lingkungan baik secara ex-situ
menggunakan kolam buatan atau reactor
maupun in-situ (langsung di lapangan) pada
tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah
(Morel, et. al., 2006). Teknik fitoremediasi
merupakan metode biokonsentrasi bahan
berbahaya (polutan) dalam tanah dan air serta
merupakan teknologi pemulihan kualitas
lingkungan tercemar yang ramah lingkungan
dan murah. Teknik fitoremediasi sering
dikembangkan untuk pemulihan kualitas
lingkungan yang tercemar logam berat seperti
Pb, Zn, Au dan pencemar dalam bentuk
radioaktif seperti Cs.l. Teknologi ini potensial
untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan
dan dengan dampak negatif relatif kecil,
memberikan efek positif yang multiguna
terhadap kebijakan pemerintah, komunitas
masyarakat dan lingkungan, biaya relatif
rendah, mampu mereduksi volume
kontaminan, dan memberikan keuntungan
langsung bagi kesehatan masyarakat.
Keuntungan paling besar dalam penggunaan
fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah
bila dibandingkan pengolahan konvensional
lain seperti insinerasi, pencucian tanah
berdasarkan sistem kimia dan energi yang
dibutuhkan. Sebagai perbandingan, sistem
pencucian logam membutuhkan biaya sekitar
US$ 250/kubik yard sedangkan fitoremediasi
hanya membutuhkan US$ 80/kubik yard. Teknologi fitoremediasi dikembangkan
berdasarkan kemampuan beberapa jenis
tanaman dalam menyerap beberapa logam
renik seperti seng (Zn) dan tembaga (Cu)
dalam pertumbuhannya (Terry et al., 2010). Persyaratan tanaman untuk fitoremediasi,
tidak semua tanaman dapat digunakan
dikarenakan semua tanaman tidak dapat
melakukan metabolisme, volatilisasi dan
akumulasi semua polutan dengan mekanisme
yang sama. Untuk menentukan tanaman yang
dapat digunakan pada penelitian fitoremediasi
dipilih tanaman yang mempunyai sifat: cepat
tumbuh, mampu mengkonsumsi air dalam
jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan, dan toleransi yang tinggi terhadap polutan
(Morel et. al., 2006). Fitoremediasi dapat dibagi menjadi
fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi
mencakup penyerapan kontaminan oleh akar
tumbuhan dan translokasi atau akumulasi bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi
makanan tersebut telah terkontaminasi oleh
logam Cd dan atau persenyawaannya. Dalam
tubuh biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami
peningkatan. Di samping itu, tingkatan biota
dalam sistem rantai makanan turut menentukan
jumlah Cd yang terakumulasi. Di mana pada
biota yang lebih tinggi stratanya akan
ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak,
sedangkan pada biota top level merupakan
tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd
yang masuk tersebut melebihi ambang maka
biota dari suatu level atau strata tersebut akan
mengalami kematian dan bahkan kemusnahan
(Palar, 2008).
Pengendalian pencemaran lingkungan
merupakan program keamanan pangan
nasional yang harus segera dilaksanakan,
terlebih lagi akan memasuki era perdagangan
bebas. Produk-poduk pertanian dituntut
mempunyai standar mutu yang baik serta aman
dikonsumsi. Adanya logam berat dalam tanah
pertanian dapat menurunkan produktifitas
pertanian dan kualitas hasil pertanian selain
dapat membahayakan kesehatan manusia
melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Fitoremediasi. Istilah fitoremediasi
berasal dari kata Inggris phytoremediation;
kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata,
yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani
phyton (= "tumbuhan") dan remediation yang
berasal dari kata Latin remedium
(="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga
"menyelesaikan masalah dengan cara
memperbaiki kesalahan atau kekurangan").
Dengan demikian fitoremediasi dapat
didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan
untuk menghilangkan, memindahkan,
menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun
anorganik (Purakayastha et al., 2010). Fitoremediasi adalah upaya penggunaan
tanaman dan bagian-bagiannya untuk
dekontaminasi limbah dan masalah-masalah
pencemaran lingkungan baik secara ex-situ
menggunakan kolam buatan atau reactor
maupun in-situ (langsung di lapangan) pada
tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah
(Morel, et. al., 2006). Teknik fitoremediasi
merupakan metode biokonsentrasi bahan
berbahaya (polutan) dalam tanah dan air serta
merupakan teknologi pemulihan kualitas
lingkungan tercemar yang ramah lingkungan
dan murah. Teknik fitoremediasi sering
dikembangkan untuk pemulihan kualitas
lingkungan yang tercemar logam berat seperti
Pb, Zn, Au dan pencemar dalam bentuk
radioaktif seperti Cs.l. Teknologi ini potensial
untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan
dan dengan dampak negatif relatif kecil,
memberikan efek positif yang multiguna
terhadap kebijakan pemerintah, komunitas
masyarakat dan lingkungan, biaya relatif
rendah, mampu mereduksi volume
kontaminan, dan memberikan keuntungan
langsung bagi kesehatan masyarakat.
Keuntungan paling besar dalam penggunaan
fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah
bila dibandingkan pengolahan konvensional
lain seperti insinerasi, pencucian tanah
berdasarkan sistem kimia dan energi yang
dibutuhkan. Sebagai perbandingan, sistem
pencucian logam membutuhkan biaya sekitar
US$ 250/kubik yard sedangkan fitoremediasi
hanya membutuhkan US$ 80/kubik yard. Teknologi fitoremediasi dikembangkan
berdasarkan kemampuan beberapa jenis
tanaman dalam menyerap beberapa logam
renik seperti seng (Zn) dan tembaga (Cu)
dalam pertumbuhannya (Terry et al., 2010). Persyaratan tanaman untuk fitoremediasi,
tidak semua tanaman dapat digunakan
dikarenakan semua tanaman tidak dapat
melakukan metabolisme, volatilisasi dan
akumulasi semua polutan dengan mekanisme
yang sama. Untuk menentukan tanaman yang
dapat digunakan pada penelitian fitoremediasi
dipilih tanaman yang mempunyai sifat: cepat
tumbuh, mampu mengkonsumsi air dalam
jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan, dan toleransi yang tinggi terhadap polutan
(Morel et. al., 2006). Fitoremediasi dapat dibagi menjadi
fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi
mencakup penyerapan kontaminan oleh akar
tumbuhan dan translokasi atau akumulasi