Korosi:Defenisi,Penyebab dan Pencegahannya
Defenisi Korosi
Korosi didefinisikan sebagai
penghancuran paksa zat seperti logam dan bahan bangunan mineral media
sekitarnya, yang biasanya cair (agen korosif). Ini biasanya dimulai pada
permukaan dan disebabkan oleh kimia dan dalam kasus logam, reaksi elektrokimia.
Kehancuran kemudian dapat menyebar ke bagian dalam materi. Organisme juga dapat
berkontribusi pada korosi bahan bangunan . selain itu korosi juga dapat
diartikan sebagai penurunan mutu logam yang disebabkan oleh reaksi elektrokimia
antara logam dengan lingkungan sekitarnya. Korosi dapat terjadi apabila
terdapat empat elemen di bawah ini :
1.
Anoda
Terjadi reaksi
oksidasi, maka daerah tersebut akan timbul korosi
M → M+
+ e
2.
Katoda
Terjadi reaksi
reduksi, daerah tersebut mengkonsumsi elektron
3.
Ada hubungan (Metallic Pathaway)
Tempat arus
mengalir dari katoda ke anoda.
4.
Larutan (electrolyte)
Larutan korosif
yang dapat mengalirkan arus listrik, mengandung ion-ion.
Agar korosi dapat terjadi, keempat elemen tersebut harus
ada. Jika salah satu dari keempat elemen itu tidak ada, maka korosi tidak akan
terjadi. Reaksi korosi yang akan terjadi adalah :
Anoda : 4Fe → 4Fe2+
+ 8e (oksidasi)
Katoda :
4H2O + 2O2 + 8e →
8OH (reduksi)
4Fe2+ + 8OH → 4Fe(OH)2
4Fe(OH)2 + O2 → 2Fe2O3 .2H2O
(karat)
2H+ + 2e → H2 gas (suasana asam)
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan laju korosi, satuan yang biasa digunakan adalah mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar British). Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki niai laju korosi antara 1 – 200 mpy. Tabel di bawah ini adalah penggolongan tingkat ketahanan material berdasarkan laju korosinya.
Tabel 1. Tingkat
ketahanan korosi berdasarkan laju korosi
Pengujian laju korosi dengan tipe tiga
sel elektroda didasarkan pada metode ekstrapolasi tafel. Pengujian ini
menggunakan tiga elektoda, yaitu :
1.
Elektroda kerja (working electrode).
Elektroda kerja sebagai elektroda yang akan diteliti, adalah
pengganti dari anoda karena penelitiannya tidak terbatas hanya pada perilaku
yang bersangkutan dengan anoda tetapi juga penyelidikan tentang perilaku
katoda.
2.
Elektroda pembantu (counter or auxiliary electrode).
Elektroda pembantu adalah elektroda kedua yang khusus untuk
mengangkut arus dalam rangkaian yang terbentuk dalam penelitian. Elektroda ini
tidak digunakan untuk mengukur potensial. Platina, emas dan titanium dapat
digunakan sebagai bahan elektroda pembantu.
3.
Elekroda acuan (reference electrode).
Elektroda acuan adalah elektroda yang digunakan sebagai
titik dasar yang sangat mantap untuk mengacu pengukuran-pengukuran potensial
elektroda kerja. Arus yang mengalir melalui elektroda ini kecil sekali sehingga
dapat diabaikan. Elektroda acuan yang sering digunakan adalah elektroda kalomel
jenuh. Ketiga elektroda tersebut dicelupkan di dalam larutan elektrolit pada
tabung elektrokimia dan terhubung dengan potensiostat atau galvanostat.
Metode elektrokimia adalah metode
mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju
korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja
dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang. Kelebihan metode
ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga
waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Pengujian laju korosi dengan
metode elektrokimia dengan polarisasi dari potensial korosi bebasnya dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday seperti di
bawah ini :
Dimana :
K = Konstanta ( 0,129
untuk mpy, 0,00327 untuk mmpy )
a = Berat atom logam terkorosi
(gram)
i = Kerapatan arus ( µA/cm2
)
n = Jumlah elektron valensi logam
terkoros
D = Densitas logam terkorosi (gram/cm3 )
Faktor logam dan faktor lingkungan
merupakan faktor utama penyebab terjadinya korosi. Faktor logam disebut sebagai
faktor dalam seperti komponen-komponen penyusunnya atau cacat kristal. Faktor
lingkungan disebut faktor luar yang disebabkan oleh konsentrasi oksigen dalam
air atau dalam udara bebas, pH, temperatur, komposisi kimia atau konsentrasi
larutan. Reaksi elektrokimia penyebab terjadinya korosi dapat dijelaskan dengan
menggunakan molekul natrium klorida, yaitu reaksi-reaksi yang menggambarkan
pembentukan garam dapur sebagai berikut:
Persamaan (1)
menyatakan bahwa sebuah atom natrium menyerahkan sebuah elektron untuk
membentuk ion natrium bermuatan positif, persamaan (2) menyatakan bahwa sebuah
atom klorin menerima sebuah elektron untuk membentuk atom klorida bermuatan
negatif. Reaksi-reaksi seperti persamaan (1) disebut reaksi oksidasi, sedangkan
pada persamaan (2) disebut reaksi reduksi. Apabila suatu bahan ionik dilarutkan
ke dalam air maka ionionnya akan memisahkan diri dan menyebar secara acak
diantara molekul-molekul air. Setiap kali sebuah ion positif terbentuk, sebuah
ion negatif juga terbentuk, pernyataan ini disebut dengan prinsip
elektronetralitas. Reaksi elektrokimia pada proses korosi melibatkan sistem
anoda dan katoda, elektrolit dan hubungan listrik. Pada sisi anoda terjadi reaksi oksidasi
yaitu pelepasan elektron-elektron dari atom-atom logam netral untuk membentuk
ion-ion yang bersangkutan. Reaksi ini bisa saja menghalangi pelarutan logam
lebih lanjut sehingga korosi terhenti dan permukaan logam mengalami pemasifan
(passivated). Pada sisi katoda terjadi reaksi reduksi yaitu reaksi yang harus
mengkonsumsi elektron-elektron yang dihasilkan oleh proses anoda, sehingga
reaksi pada anoda dan katoda ini terjadi secara bersamaan dan tidak dapat
berdiri-sendiri. Reaksi oksidasi yang terjadi pada anoda dapat dituliskan
dengan rumus sebagai berikut:
Sedangkan reaksi reduksi yang terjadi pada katoda dapat dituliskan dengan
rumus sebagai berikut:
Korosi galvanik adalah
korosi yang disebabkan karena adanya dua logam yang terhubung (coupled) dalam elektrolit yang korosif.
Perbedaan potensial biasanya ada diantara dua logam tak sejenis ketika tercelup
dalam larutan korosif atau konduktif. Jika logam ini dihubungkan secara
elektronik, perbedaan potensial ini menghasilkan aliran elektron diantara dua
logam tersebut. Logam yang kurang
resisten terhadap korosi bersifat anodik dan akan mengalami korosi, sedangkan
logam yang lebih resisten terhadap korosi bersifat katodik dan terlindung dari
korosi.
Proteksi Logam Dari Korosi
Korosi
logam tidak dapat dicegah, tetapi dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada
tiga metode umum untuk mengendalikan korosi, yaitu pelapisan (coating),
proteksi katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi.
1.
Pengendalian Korosi dengan Metode Pelapisan (Coating) Metode pelapisan atau coating
adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada
permukaan logam besi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam.
Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam ini
dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga
besi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan
dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat
mencegah korosi lebih lanjut. Logam seng juga digunakan untuk melapisi besi
(galvanisir), tetapi seng tidak membentuk lapisan oksida seperti pada krom atau
timah, melainkan berkorban demi besi. Seng adalah logam yang lebih reaktif dari
besi, seperti dapat dilihat dari potensial setengah reaksi oksidasinya.
2. Proteksi Katodik (Cathodic
Protection) adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan karat (korosi)
pada logam dengan cara menjadikan permukaan logam tersebut sebagai katode dari
sel elektrokimia. Proteksi katodik merupakan cara yang efektif dalam mencegah
stress corrosion cracking (retak karena korosi), dengan cara membalikkan arah
arus korosi untuk mengembalikan elektron-elektron yang mengurai dari logam
tertentu, yang bersifat kebal atau imun sehingga proses korosi pada logam dapat
dikurangi atau ditiadakan (tidak sampai hilang). Sistem proteksi katodik
biasanya digunakan untuk melindungi baja, jalur pipa, tangki, tiang pancang,
kapal, anjungan lepas pantai, dan casing (selubung) sumur minyak di darat.
Prinsip dari proteksi katodik (Cathodic
Protection) adalah menyediakan elektron untuk struktur logam yang akan
dilindungi. Teori yang mendasari adalah jika arus mengalir dari kutub positif
ke kutub negatif (teori listrik konvensional) struktur akan terlindungi jika
arus masuk dari elektrode. Kebalikannya laju korosi akan meningkat jika arus
masuk melalui logam ke elektrode.
Ditinjau dari sumber listriknya, Ada
dua metode pada proteksi katodik, yaitu metode anoda korban (sacrificial anode)
dan metode arus tanding (impressed current).
a)
Metode anoda korban (sacrificial anode) Prinsip dari metode
anoda korban ini adalah melindungi logam dengan cara mengorbankan logam yang
lebih reaktif, dimana mekanisme prosesnya adalah sama dengan proses korosi
galvanik, yaitu perpindahan elektron dari logam yang lebih reaktif (potensial
lebih negatif) ke logam yang dilindungi (potensial lebih positif) melalui
elektrolit yang korosif dengan penghubung konduktor. Dimana material anoda yang
bisa digunakan dalam metode anoda korban adalah logam-logam yang mempunyai
potensial lebih negatif atau reaktif terhadap lingkungan dari potensial baja,
misalnya paduan aluminium, seng dan magnesium. Logam ini akan habis selama
perlindungan logam karena itu disebut anoda korban (sacrificial anode)
b)
Metode arus tanding (impressed current) Prinsip dari metode
anoda arus tanding ini adalah melindungi logam dengan cara mengalirkan arus
lisrtik searah yang diperoleh dari sumber luar, biasanya dari penyearah arus
(transformer rectifier), dimana kutub negatif dihubungkan ke logam yang
dilindungi dan kutub positif dihubungkn ke anoda. Dimana material anoda yang
bisa digunakan dalam metode arus tanding adalah logam yang konduktif dan
mempunyai sifat inert atau semi consumable, Platina-titanium, Ferro silicon,
baja karbon, ferro silicon chrom, PA-Ag, grafit.
3. Pengendalian
Korosi dengan Penambahan Inhibitor Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan
ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna
mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan
mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor
campuran, dan inhibitor teradsorpsi. Pemakaian inhibitor dalam suatu sistem
tertutup atau sistem resirkulasi, pada umumnya hanya dipakai sebanyak 0.1%
berat. Inhibitor yang ditambahkan akan menyebabkan :
a. Meningkatnya polarisasi anoda
b. Meningkatnya polarisasi katoda
c. Meningkatnya bahan tahanan listrik dari sirkuit oleh pembentukan
lapisan tebal pada permukaan logam.
Cara inhibitor mereduksi laju korosi
adalah sebagai berikut:
a. Memodifikasi polarisasi katodik dan anodik (Slope Tafel)
b. Mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam.
c. Menambah hambatan listrik dipermukaan logam
d. Menangkap atau menjebak zat korosif dalam larutan melalui pembentukan
senyawa yang tidak agresif.
Mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan
sebagai berikut :
a. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor.
b. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap
dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap
korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat
teramati oleh mata. c. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan
suatu zat kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi
tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
d. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Berdasarkan bahan dasarnya, inhibitor
korosi terbagi menjadi dua, yaitu inhibitor dari senyawa organik dan dari
senyawa anorganik. Inhibitor anorganik yang saat ini biasa digunakan adalah
sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng. Penggunaan sodium nitrit yang
harus dengan konsentrasi besar (300-500 mg/l) menjadikannya inhibitor yang
tidak ekonomis, berdasarkan hasil penelitian kromat dan seng ditemukan bersifat
toksik, dan fosfat merupakan senyawa yang dianggap sebagai polusi lingkungan,
karena menyebabkan peningkatan kadar fosforous dalam air. Sehingga inhibitor
tersebut perlu digantikan dengan senyawa lain yang bersifat non toksik dan
mampu terdegradasi secara biologis, namun tetap bernilai ekonomis dan mampu
mengurangi laju korosi secara signifikan.
Secara umum inhibitor korosi dibagi atas beberapa kategori, yakni :
1. Inhibitor Anodik Inhibitor anodik menurunkan laju korosi dengan cara
memperlambat reaksi anodik. Inhibitor anodik membentuk lapisan pasif melalui
reaksi ion-ion logam yang terkorosi untuk menghasilkan selaput pasif tipis yang
akan menutupi anoda (permkaan logam) dan lapisan ini akan menghalangi pelarutan
anoda selanjutnya. Lapisan pasif yang terbentuk mempunyai potensial korosi yang
tinggi atau inhibitor anodik menaikkan polarisasi anodik. Senyawa yang biasa
digunakan sebagai inhibitor anodik adalah kromat, nitrit, nitrat, molibdat,
silikat, fosfat, borat.
3.
Inhibitor Katodik Inhibitor katodik menurunkan laju korosi
dengan cara memperlambat reaksi katodik. Inhibitor katodik bereaksi dengan OH-
untuk mengendapkan senyawasenyawa tidak larut pada permukaan logam sehingga
dapat menghalangi masuknya oksigen. Contohnya antara lain Zn, CaCO3,
polifosfat.
4.
Inhibitor Campuran Inhibitor campuran mengendalikan korosi
dengan cara menghambat proses di katodik dan anodik secara bersamaan. Pada
umumnya inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagai inhibitor katodik
dan anodik. Contoh inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan
fosfat.
5. Inhibitor Teradsorpsi Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang dapat mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah merkaptobenzotiazol dan 1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
Faktor penyebab korosi / yang mempercepat korosi
1. Air dan kelembaban udara
Dilihat dari reaksi yang terjadi pada proses korosi, air merupakan salah satu
faktor penting untuk berlangsungnya korosi. Udara lembab yang
banyak mengandung uap air akan mempercepat berlangsungnya proses korosi.
Gambar 1.2 Korosi pada besi terjadi karena kontak dengan air |
2. Elektrolit
Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk terjadinya
transfer muatan. Hal ini mengakibatkan elektron lebih mudah untuk diikat oleh
oksigen di udara. Air hujan banyak mengandung asam, sedangkan air laut banyak
mengandung garam. Oleh karena itu air hujan dan air laut merupakan penyebab
korosi yang utama.
3. Permukaan logam yang tidak
rata
Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub muatan, yang
akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Permukaan logam yang licin
dan bersih akan menyebabkan korosi sulit terjadi, sebab
kutub-kutub yang akan bertindak sebagai anode dan katode sulit terbentuk.
Jika dua logam yang berbeda potensial bersinggungan pada lingkungan berair atau lembab, dapat terbentuk sel elektrokimia secara langsung. Logam yang potensialnya lebih rendah akan segera melepaskan elektron ketika bersentuhan dengan logam yang potensialnya lebih tinggi, serta akan mengalami oksidasi oleh oksigen dari udara. Hal tersebut mengakibatkan korosi lebih cepat terjadi pada logam yang potensialnya rendah, sedangkan logam yang potensialnya tinggi justru lebih awet. Sebagai contoh, paku keling yang terbuat dari tembaga untuk menyambung besi akan menyebabkan besi di sekitar paku keling tersebut berkarat lebih cepat.