Bahasa Pakpak:Contoh-contoh Perumpamaan dan Ungkapan dalam Suku Pakpak dan Maksudnya

Perumpamaan/Ungkapan Pakpak dan Artinya

ilustrasi saja



1. Bage tunas leleen mi dates, bage tongkoh
leleen mi teruh.
(Seperti tunas menuju ke atas, seperti bonggol
kayu menuju ke bawah).
Artinya, perumpamaan ini menggambarkan
bahwa generasi muda penerus untuk memajukan
suatu bangsa (suku bangsa, generasi tua akan
tertinggal karena dimakan usia.

2. Ulang bage takur-takur pellin menaongi
dirina.
(Jangan seperti tumbuhan takur-takur yang
hanya memayungi dirinya).
Artinya, perumpamaan ini diidentikkan
kepada seseorang yang hanya mementingkan
diri sendiri dan sifat tersebut tidak perlu
dicontoh.

3. Ulang kekeen baka ndilo.
(Jangan seperti mengangkat sumpit (baka) dari
bahan kulit Ndilo (jenis kayu)).
Perumpamaan ini ditujukan kepada seseorang
yang bersifat malas dan orang yang sangat
tergantung dengan orang lain. Sudah dibantu
tapi tidak dimanfaatkan untuk kemajuan
hidupnya dan tetap malas. Sifat ini tentu
perlu ditinggalkan sehingga orang-orang tua
kita dulu menciptakan pribahasa ini dan
disampaikan pada saat mengajari anak-
anaknya atau pada saat menasehati orang
lain baik secara formal maupun informal.
(Variasi lain : Ulang bage pekekeken baga
ndilo).

4. Nikerisken panas ngo asa olih
(harus berkeringat agar dapat rejeki).
Perumpamaan ini ditujukan kepada individu
kalau hendak berhasil harus bekerja keras.
Perumpamaan ini selalu dikatakan orang tua
kepada anak-anaknya agar rajin bekerja,
rajin sekolah dan konsisten.

5. Lojang lot jalangen, tendo lot pemaen
(lari ada yang mau dikejar, berhenti berarti
ada yang mau ditunggu).
Perumpamaan ini diartikan bahwa dalam
hidup harus ada perencanaan, bertindak harus
didasari oleh pikiran jernih dan memiliki
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. 
 
6. Ulang Bage Urupen Sitangis
(Jangan Bagai membantu orang yang sedang
menangis).
Seseorang yang menangis pada saat
kemalangan biasanya membuat orang lain juga
ikut menangis. Setelah orang menangis yang
pertama menjadi diam lalu membiarkan orang
lain tersebut terus menangis. Ungkapan ini
ditujukan kepada orang yang selalu memerintah
orang lain tapi dia sendiri tidak ikut mengerjakan
sesuatu, yang seharusnya dikerjakan bersama.
 
7. Mula Enggo Meridi Kennah Tatap Mo
(Bila mandi haruslah basah)
Peribahasa ini mengatakan bahwa apabila mengerjakan sesuatu
haruslah diselesaikan sampai selesai atau tuntas jangan berlama-lama atau tanggung.

8. Ndates Penangkihen, Ndates Ma Mula
Ndabuh
(Tinggi panjatan, tinggi pula untuk jatuh)
Jika kita memanjat lebih tinggi, semakin tinggi juga kita
akan jatuh. Semakin tinggi kedudukan
seseorang, maka semakin tinggi pula tanggung
jawab, tantangan dan resiko yang harus
dihadapi.
 
9. Antan Sulangat Merio
Sulangat adalah penangkapan ikan khas pakpak
yang terbuat dari benang, kawat dan kasa.
Ungkapan ini mengatakan agar dalam
melakukan segala sesuatu harus diukur dari
kemampuan kita atau kita harus mengenal diri
kita yang sebenarnya dalam mengerjakan
sesuatu atau dalam memutuskan sesuatu yang
melibatkan orang banyak.
 
10. Tarik-tarik Mengraok Menjemput Poda
(Hendak meraup banyak, mendapat sedikit pun
tidak)
Peribahasa ini ditujukan kepada orang tamak,
dimana ia mengharapkan hasil banyak,
kedudukan yang tinggi, keuntungan, akhirnya
tidak mendapatkan sedikitpun hasil.

11. Mengite Babah Golok I Teruhna Ranjo
(Ancaman mata parang dibawahnya ada ranjau)
Parang dan ranjau adalah tajam sehingga setiap
orang takut memijaknya. Ungkapan ini
dikatakan kepada orang yang berbuat kesalahan
besar yang sulit untuk dimaafkan maupun 
dibela.
  
12. Ipalkoh Sangkalen Mengena Penggel
(Dipukul talenan telinga terasa)
Talenan adalah alat atau landasan untuk memotong, mencincang,
mengiris sesuatu. Ungkapan ini meminta kita
untuk selalu menuruti, was-was dan tanggap
terhadap nasehat yang berguna yang diberikan
oleh orang yang berpengalaman seperti : orang
tua, abang kakak atau pimpinan.

13. Lebbe Idegger Sa Ndabuh
(Setelah digoyah baru jatuh)
Dikatakan kepada
oaring yang sulit untuk mengerti tentang
sesuatu atau pura-pura tidak tahu dan bisa juga
dikatakan kepada seseorang yang sangat kikir.
Setelah diberi isyarat tertentu atau dijelaskan
secara terus terang baru mengerti
permasalahan.

14. Bage Peman Tengger
(Bak menunggu tengger)
Tengger adalah sejenis
buah kayu yang walaupun telah membusuk
tidak jatuh. Ungkapan yang menyatakan tidak
adanya kepastian terhadap sesuatu keputusan

15. Ulang Dak Termela-melakan Cining I Abe
(Untuk apa malu bekas luka di wajah)
Peribahasa ini menyatakan kita harus memberitahu yang
sebenarnya tentang kejujuran atau keterusterangan seseorang
terhadap siapa dirinya dan apa yang
dilakukannya.

16. Menenceng Bage Besi
(Memaksa masuk seperti besi)
Dikatakan kepada orang yang selalu memaksakan kehendaknya
kepada orang lain walaupun orang lain tersebut
tidak menyukainya.

17. Dua Kali Mangan Mak Dua Kali Merborih
(Dua kali makan dua kali cuci tangan)
Ungkapan ini bermaksud seberapa kali kita berbuat sesuatu, maka sebegitu
juga kita akan mempertanggungjawabkannya atau
menyelesaikannya. Makna lain apabila kita
memulai sesuatu tindakan maka kita pula yang
harus menyelesaikannya.

18. Ari-arian Bagi Mangan I Opih
(Sehari-hari seperti makan di pelepah pinang)
Kebiasaan seperti layaknya makan diatas
pelapah pinang. Pribahasa ini diperuntukkan
bagi seseorang yang mau enak sendiri artinya
seseorang yang sangat gemar meminta bantuan
dari teman atau orang lain tanpa adanya
melakukan usaha demi peingkatan diri.

19. Bage Golingen Tabunggala
(Seperti gulingan labu)
Labu karena bentuknya bulat maka mudah
untuk menggulingkannya. Maka makna daripada peribahasa ini dipakai
untuk menyebutkan seseorang yang tidak
punya pendirian atau tidak percaya diri sehingga
nudah untuk diperdayakan orang lain.

20. Bage Menaka Buluh Sikedekna Itingkah
(Seperti membelah bambu yang kecil dipijak)
Bambu dari pangkal ke pucuk biasanya
mempunyai ketebalan yang berbeda, untuk
menjaga keseimbangan maka membelah diwali
dari pucuk. Ungkapan ini digunakan untuk
memperingatkan orang kaya kuat atau orang
tua atau tokoh-tokoh adat agar memberi
nasehat atau keputusan secara adil bagi anak
atau orang yang lebih lemah kedudukannya.

21. Bagi Ketuk Tandang
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang
terlalu banyak bicara tetapi tidak banyak
bertindak. Misalnya seseorang yang sering
menasehati orang lain tetapi ia sendiri tidak
berbuat seperti isi nasehatnya tersebut. Atau
orang yang selalu menggurui orang lain.

22. Bage Tongkoh I Arngo
(Seperti tunggul kayu di tengah semak arngo)
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang
kurang dihargai ditengah-tengah masyarakat
pada hal cukup banyak jasa yang diberikannya.

23. Bage Menangkih Keppeng
(Seperti Memanjat Pohon Keppeng)
Keppeng adalah sejenis pohon hutan yang rasa
buahnya asam. Ungkapan ini dikatakan kepada
seseorang yang selalu berusaha walaupun
kurang berkemampuan dan dia tidak pernah
putus asa apa dan bagaimanapun hasil yang diperolehnya.